Pengaruh pemanasan telur selama penyimpanan dan
inkubasi hiperkapnia telur berupa karakteristik, perkembangan
embrio, daya tetas, dan kualitas ayam
PENDAHULUAN
Ayam merupakan salah satu unggas yang banyak
dibudidayakan karena kebutuhan atas daging maupun telurnya. Telur sangat mampu
memenuhi kebutuhan manusian terhadap protein hewani. Banyaknya permintaan pasar
memacu sebuah perusahaan terhaknya khususnya ayam mengembangkan dalam budiadaya
untuk mendapatkan kualitas ternak yang sensual standar. Daya tetas dari telur di pengaruhi adanya lama
penyimpanan. Semakin lama tingkat lama penyimpanan maka semakin tidak
berkembangnya embrio dan bahkan pada saat ditetaskan akan mengalami embrio
tersebut. Penyimpanan yang dilakukan tidak sesuai standar akan mengakibatkan CO2
masuk pada pori pori cangkang telur dan mempengaruhi albumen sehingga dapat
menyebabkan kematian embrio sebelum menetas. Pemutaran telur yang ditetaskan
akan berpengaruh terhadap keberhasilan dalam perkembangan embrio, karena embrio
tidak akan menempel pada salah satu sisi. Peletakan telur pada saat ditetaskan
adalah bagian tumpul berada diatas dan bagian rucing berada dibawah. Suhu dan
kelembaban sangat perpengaruh terhadap
daya tetas telur dimana embrio dapat berkembang secara sempurna.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki
pengaruh penyimpanan telur selama pemenasan dalam daya tetas yang meliputi daya
tetas dan kualitas dari telur. Mengetahui waktu yang cocok untuk penyimpanan
telur tetas yang ideal dan pengaruh waktu penyimpanan terhadap daya tetas
telur.
MATERI DAN METODE
Telur yang digunakan yaitu
berasal dari Ross 308 broiler. Broileryang digunakan dengan raisio antara
jantan dan betina 1 : 8,5.telur yang digunakan adalah 10800 butir. Jadwal pencahayaan untuk telur adalah 16 jam
dan 8 jam dalam kondisi gelap. Langkah pertama sebelum melakukan penetasan
adalah pengumpulan dan penyimpanan telur. Sehari sebelumpengumpulan telur,
semua telur dibersihkan dari sarang .telur disimpan selama 1 malam dengan suhu
180C, setelah itu diangkut dan disimpan pada satter dengan 2 suhu
ruang yaitu suhu 160C dan RH 75%. Lama penyimpanan adalah 15 hari.
Pada hari kedua setelah oviposisi, setengah dari telur diinkubasi selama 7 hari
dengan menggunkana 2 inkubasi dengan maksimal kapasitas 1.408 telur. Dalam
kedua inkubator, 4 telur digunakan untuk menukur suhu telur internal. Sebuah
sensor dimasukkan dalam telum 15 mm melalui lubang 3 mm di kulit telur di
bagian tumpul. telur yang hangat untuk telur internal adalah 37,80C
dalam waktu 2 jam dan telur internal suhu di pertahankan selama 3 jam. Kemudian
telur didinginkan dengan incubator selama 2 jam denagn suhu 250C.
selama inkubasi, RH bervariasi antara 45-55% dan konsentrasi CO2 adalah 0,04%.
Parameter yang diamati yaitu :
Selama
penyimpanan, setengah dari telur dikontrol dan setengahnya yang terkenal PSI dibasuh
dengan air hangat yang bersuhu 37,50C.penyipanan telur dilakukan
selama 2-13 hari. Sebelum telur dibasuh dengan air, telur dikemas dengan kantor
plastic untuk menghindari telur masuk diair.kantong plastic. Pengukuran saat
penyimpana dengan melihat berat telur yang semakin turun yang diukur pada
tingkat tray setter. Awal eksperiman, setiap baki setter terdapat 150
telur.untuk menghitung penurunan berat telur dihitung dengan rumus :
{[(TFD-14 - te) - (TFD-1 - te)] / (TFD-14 - te)} × 100.
Rata-rata berat telur segar dihitung per setter dengan
rumus berikut:
(TFD-14 - te) / (jumlah telur per tray setter). Selama di inkubasi akan
terjadi pengembangan embrio. Tahap perkembangan embrio untuk mengisolasi embrio
dari membrane kuning telur. Setelah isolasi, embrio memerahdenan penambahan
buffer untuk menghilangkan residu kuning. Setelah 15 hari penyimpanan, telur
diangkut ke hatchery komersial. Selam a5 hari di inkubasi, telur di inkubasi
dalam kondisi hiperkapnia.
Dari awal inkubasi, CO2 disuntikkan ke dalam
setter untuk mempertahankan konsentrasi CO2 antara
0,70 dan 0,80% selama 5 pertama di inkubasi. Karbon dioksida adalah otomatis disuntikkan di inkubator ketika
konsentrasi CO2 menurun di bawah 0,70%. Konsentrasi CO2 ini digunakan untuk menurunkan pH
albumen tetapi untuk tinggal bawah konsentrasi kritis 1,0%. Pada hari ke 19 inkubasi, semua telur yang sudah
ada embrio
dipindahkan ke Hatcher. Kematian embrio dan Daya Tetas Pada d 6 dari inkubasi, telur di candling dan setelah 520 jam inkubasi, semua telur yang belum menetas
dikumpulkan. selama candling, telur belum menetas dilihat makroskopik menentukan infertilitas atau tahap kematian embrio. Daya
tetas dihitung sebagai persentase telur set atau sebagai persentase dari
subur telur.
kematian embrio dihitung sebagai persentase telur subur.
DISKUSI
Daya tetas dari telur dapat dipengaruhi adanya lamanya
penyimpanan sebelum telur di tetaskan, pengukuran, pengembangan embrio. Berat
telur dan bobot badan untuk dari telur yang akan di tetaskan tidak ada
pengobatan untuk telur dan penurunan bobot telur. Penurunan daya tetas selama
penyimpanan sebesar 0,12 %. Penurunan
daya tetas dikarenakan penyimpanan telur yang inkubasi hiperkapnia (HI) berkepanjangan yang berakibat pada sensitivitas embrio selama
penyimpanan. Efek positif adanya menunjukkan dapat meningkatakan jumlah embrio
yang terus berkembang pada awal inkubasi setelah penyimpanan telur yang
berkepanjangan. Penurunan kematian embrio dari 0-4 hari dari inkubasi ketika CO2
disuntikkan dengan kosentrasi 0,30 %dari awal inkubasi sampai 10 inkubasi. inkubasi
hiperkapnia (HI) akan menghambat perkembangan embrio setelah 66 jam di inkubasi
dan meningkatkan kematian embrio. Reijrink et al., (2010) bahwa Embrio akan
menjadi lebih sensitive terhadap kosentrasi CO2 yang tinggi setelah
66 jam inkubasi, kaena untuk tolransi untuk CO2 setidaknya 4,0 %
selama 48 jam inkubasi tetapi mengurangi ke 1,0% antara 48-72 jam inkubasi.
Setiap kosentrasi CO2 dibawah dibawah 3,0% selama 96 jam inkubasi
mempengaruhi daya tetas. Kosentrasi CO2
dari 3,0% diuar dapat menurunkan
kualitas telur, nilai pH yang turun dikarenakan peningkatan kosentrasi CO2
diluar dapat menghambat dan mengurangimitosis selama perkembangan embrio.
Kosentrasi CO2 yang lebih rendah merupakan efek negatif pada
perkembangan embrio karena lamanya penyimpanan telur bahkan dapat menyebabkan
kematian embrio. Suhu rata rata untuk kulit telur selama di tetaskan
optimalanya adalah 37,80C dari awal masuk sampai hari ke 19.
Kelembaban relative bervariasi antara 35-50 % selama di setter. Pada hari ke 19
selama masa inkubasi semua telur di pindahkan kemesin tetas hatcher. Suhu udara
di pertahankan 36,10C. pemanasan yang sering selama penyimpanan akan
menurunkan durasi daya tetas telur.
Menurut Lacin et al., (2008) bahwa daya tetas
di pengaruhi panjang dan periode penyimpanan, suhu, kelembapan dan lingkungan
hidup. Penyimpanan telur di CO2 dapat meningkatkan kematian kematian embrio pada
hari lebih dari 1 minggu. Kelembaban dari pengukuran daya tetas adalah 75°C. Proses lamanya dan penyimpanan dan inkubasi telur
ayam yang lama dapat menurunkan bobot telur. Nilai pH albumin yaitu 7,6 selama
oviposisi. Tingkat kematian embrio dikarenakan kehilangan air dan degradasi
albumen selama penyimpanan.
Menurut Elibol dan Brake (2008) bahwa telur yang di putar selama 24 kali sehari
dapat mengakibatkan daya tetasnya lebih baik dibandingkan kurang dibalik.
Frekuensi balik untuk penetasan telur broiler dari 3-11 hari selama inkubasi
dengan total 96 kali akan menghasilkan hasil yang frekuensi daripada frekuensi
dari 24 dan 48 kali sehari. Daya tetas maksimum adalah dengan dicapainya
frekuensi dari 96 kali, namun yang praktis adalah 24 kali perhari. Dengan
mengubah telur lebih dari 24 kali dalam sehari akan menghasilkan perbaikan yang
minimal daya tetas dikondisi praktif. Daya tetas akan menurun sesuai dengan
meningkatnya penyimpanan telur yang diperpanjang. Secara signifikan
meningkatnya daya tetas (1,1%) saat memutar telur setiap hari dengan 96 kali
dibandingkan dengan 24 kali karena varitabilitas dalam menanggapi peningkatan
dengan mengubah frekuensi antara ternak. Selama penyimpanan jangka panjang.
Kapasitas albmin akan turun sehingga frekuensi memutar meningkat telah
memungkinkan blastoderm untuk berinteraksi dengan kuantitas yang lebih besar
untuk perkembangan embrio. Daya tetas yang masih segar akn mengubah frekuensi
dan menurunkan angka kematian.
Menurut Khan et al., (2014) bahwa penyimpanan
telur yang lebih dari satu minggu dapat meningkatkan kelainan embrio dan
kematian akibat degredasi viskositas albumen telur. Semakin lama dilakukan
peninpanan akan menyebabkan daya tetasnya rendah dan peningkatan jumlah waktu
selama inkubasi yang dibutuhkan untuk menetas. Setiap hari setelah 10 hari
penyimpanan dapat menurunkan daya tetas 1%. Telur yang disimpan selama 9 hari
dapat menurunkan bobot telur. Tingkat kematian embrio dapat di pengaruhi selama
masa penyimpanan selama 9 hari dan dan daya tetasnya rendah.
KESIMPULAN
Disimpulkan bahwa penyimpanan telur sebelum di tetaskan akan
mempengaruhi daya tetas. Semakin lama peyimpanan telur makan akan berakibat
pada keadaan albumen dan kuning telur
dalam telur. Penyimpanan yang lama akan menjadikan pori-pori dalam telur akan
terdapat CO2. Daya tetas telur selama inkubasi di pengaruhi lamanya
penyimpanan, keadaan suhu dan kelembapan dalam mesin tetas, berat telur dan
keadaan lingkungan. Embrio pada saat di tetaskan akan menyebabkan dormasi atau
kematian sebelum menetas karena tinggak penyimpanan telur yang lama. Pemutaran
telur pada mesin tetas juga berpengaruh pada tingkat daya tatas. Penelitian
lebih lanjut pada tingkat penyimpanan telur ayam sebelum di tetaskan sangat di
perlukan untuk menjamin produksi DOC semakin maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Lacin, E., O. Coban, and Sabuncuoglu. 2008. Effects of
egg storage material and storage period on hatchability in japanese quail.
Asian-Aust. J. Anim. Sci. 21 (8) : 1183 – 1188.
Alibol, O and J. Brake. 2008. Effect of egg position
during three and fourteen days of storage and turning frequency during
subsequent incubation on hatchability of broiler hatching eggs. Poultry
Science. 87 (10) : 1237 – 1241.
Raijrik, I. A. M., R. Meijerhof., B. Kemp, and H. V.
D. Brand. 2010. Influence of egg warming during storage and hypercapnic
incubation on egg characteristics, embryonic development, hatchability, and
chick quality. Poultry Science. 89 (10) : 2470 – 2483.
Khan, J. A. .M., H. K. Sohail,, A. Bukhsh, and M.
Amin. 2014. Effect Of
Storage Time On Egg Quality And Hatchability Characteristics Of Rhode Island
Red (RIR) Hens. Veterinarski Arhiv. 84 (3) : 291-303.